Usai Mundur dari Google, Guru Besar AI Khawatirkan Bahaya AI
Sumber: Entrepreneur
Perkembangan teknologi AI atau artificial intelligence tampaknya tidak ada habis-habisnya untuk dibicarakan, tidak terkecuali dampak buruk yang mengiringinya. Ancaman tergantikannya pekerjaan manusia menjadi bahasan penting yang diikuti banyak orang. Nah, ancaman ini juga yang turut diperingatkan ilmuwan penting di bidang artificial intelligence Dr. Geoffrey Hinton, setelah memutuskan mundur dari Google.
Ilmuwan ternama yang juga dijuluki Guru Besar AI ini belakang menjadi perbincangan utama lantaran keputusannya untuk mundur dari raksasa teknologi Google. Dalam wawancaranya kepada The New York Times, Guru Besar AI memperingatkan sejumlah bahaya AI bagi masa depan. Lantas, bahaya AI di masa depan seperti apa yang sebenarnya dimaksud Guru Besar AI? Yuk, simak penjelasan selengkapnya di bawah ini.
Kiprah Guru Besar AI, Sukses Kembangkan Teknologi Neural Network
Guru Besar AI alias Dr. Geoffrey Hinton bukanlah nama baru di bidang teknologi AI. Hinton telah memulai kiprahnya di dunia artificial intelligence sejak memulai program doktoralnya di bidang AI dari Universitas Edinburgh. Puncak karirnya dimulai sejak ia menjadi direktur program “Neural Computation and Adaptive Perception” pada 2004-2013.
Pada 2012, Hinton bersama dengan dua orang mahasiswanya berhasil mengembangkan sistem teknologi yang nantinya akan menjadi pondasi bagi sistem AI, yakni teknologi neural network atau jaringan saraf. Neural network mampu menganalisis ribuan foto dan mengajari dirinya sendiri untuk mengidentifikasi objek umum seperti bunga, kucing, dan mobil.
Nah, sistem teknologi neural network inilah yang memungkinkan penciptaan ChatGPT dan Google Bard seperti yang kita kenal sekarang. Selain itu, Hinton juga berkontribusi lebih dalam penelitian neural network, di antaranya terkait Boltzmann machines, time-delay neural networks, hingga deep belief networks. Berkat kiprahnya yang luar biasa ini, Hinton bukan hanya dijuluki Guru Besar AI, tetapi juga mendapatkan penghargaan bergengsi Turing Award.
Dengan kompetensi dan kontribusinya di bidang AI ini, Google tidak ragu mengeluarkan $44 juta dollar untuk membeli perusahaan milik Hinton yang berfokus pada riset artificial intelligence. Teknologi AI pun seakan hadir menjadi angin segar di dunia industri teknologi. Sayangnya, setelah keluar dari Google, Hinton akhirnya justru mengakui bahwa ada bahaya AI di balik pengembangan teknologi AI ini bagi masa depan manusia.
Sumber: Financial Times
Persaingan Industri Bawa Potensi Bahaya AI Melebihi Kecerdasan Manusia
Sistem neural network yang sukses dikembangkan Hinton mampu menjadi pondasi bagi pengembangan teknologi AI sekarang. Hasilnya, kita bisa saksikan sendiri bagaimana pesatnya perkembangan AI menghasilkan teknologi seperti chatbot, AI voice generator, hingga AI art generator.
Sistem neural network dianggap Hinton mampu menjadi solusi terbaik bagi mesin agar dapat memahami dan menghasilkan teks. Dengan begitu, sistem teknologi AI yang dikembangkan akan mampu memudahkan berbagai aktivitas manusia secara luas. Namun, setelah bertahun-tahun mengembangkan teknologi AI, pandangan Hinton terhadap artificial intelligence mulai.
Di saat berbagai perusahaan teknologi seperti Google dan OpenAI mulai berlomba-lomba mengembangkan teknologi AI chatbot, Hinton mulai menganggap adanya potensi bahaya AI yang ditimbulkan di masa depan. Hinton sendiri akhirnya mengakui adanya bahaya AI untuk melampaui kecerdasan kognitif manusia.
Bahkan, Hinton juga mempercayai bahwa bahaya AI mulai berkembang seiring upaya berbagai perusahaan untuk mengembangkan sistem AI. Pengembangan teknologi AI kini dinilai memiliki perbedaan signifikan dibandingkan lima tahun belakangan. Motivasi persaingan antar perusahaan justru membawa dunia pada ancaman bahaya AI yang lebih nyata dari sebelumnya.
Hinton mencontohkan persaingan antara Google dan Microsoft dalam pengembangan teknologi AI. Saat menghasilkan chatbot Google Bard, Google memang masih mengembangkan teknologi AI secara bertanggung jawab dan tetap memperhatikan masalah etis terkait bahaya AI. Namun, dampak etisnya mulai hadir ketika Microsoft mulai ikut mengembangkan Bing, search engine besutannya, dengan teknologi AI chatbot.
Berbagai perusahaan teknologi diprediksi akan terus berkompetisi dalam menciptakan teknologi AI yang lebih canggih. Masalahnya, berbagai raksasa teknologi itu akan terus terjebak dalam lingkaran kompetisi demi memenangkan produk AI besutannya. Nah, di sinilah potensi bahaya AI dinilai akan menjadi konsekuensi yang tidak terhindarkan bagi masa depan.
Baca juga: Presenter AI, Bukti Positif Penerapan Artificial Intelligence
Bahaya AI Sebabkan Banjir Informasi di Masa Depan
Kekhawatiran atas bahaya AI yang mungkin muncul dari perkembangan teknologi AI juga mulai terlihat dari penggunaan fitur teknologi AI yang kini populer. Teknologi AI bisa dikatakan sudah menjadi alat untuk penyebaran informasi palsu atau misinformation. Hinton menggarisbawahi kondisi internet sekarang yang juga sudah dibanjiri dengan foto, video, dan teks berisi informasi palsu. Akhirnya, rata-rata pengguna menjadi tidak tahu lagi informasi mana yang benar.
Kondisi ini bisa dikatakan akan mencerminkan fenomena banjir informasi atau information overload, seperti yang digambarkan Bertram Gross. Umat manusia pada akhirnya akan berada di luar kapasitas kemampuan yang sesungguhnya untuk mengolah informasi.
Sumber: The Guardian Nigeria
Gantikan Pekerjaan Manusia
Belum adanya batasan etis atas perkembangan pesat teknologi AI menghasilkan resiko tergantikannya banyak pekerjaan manusia. Potensi bahaya AI ini bisa dilihat dari perkembangan teknologi AI seperti chatbot ChatGPT yang kini sudah memiliki kemampuan melengkapi pekerjaan manusia. Namun, seiring waktu, chatbot juga bisa menggantikan pekerjaan paralegal, asisten pribadi, hingga penerjemah.
Selain itu, Hinton juga mengkhawatirkan bagaimana teknologi AI nantinya dapat mengancam kemanusiaan. Hal ini dapat terjadi karena teknologi AI punya kecenderungan mempelajari tindakan manusia secara tidak terduga dari banyaknya data yang dianalisis. Akibatnya, ada kekhawatiran kalau AI juga akan mampu menggunakan senjata otomatis dan menimbulkan bahaya tersendiri bagi manusia.
Langkah Membatasi Perkembangan Teknologi AI
Sejumlah bahaya AI di atas pada dasarnya timbul dari perkembangan teknologi yang begitu luar biasa tanpa diiringi pembatasan dampak etisnya. Hal inilah yang kemudian menjadi perhatian utama oleh Dr. Hinton dan sejumlah ilmuwan teknologi lainnya. Pada Maret 2023 lalu, bersama Elon Musk puluhan orang lainnya ikut menandatangani surat terbuka yang meminta penangguhan perkembangan teknologi AI yang lebih canggih dari ChatGPT.
Hal itu diupayakan untuk memikirkan dan menetapkan langkah-langkah preventif atas adanya potensi bahaya AI dari perkembangan yang tidak terbatas ini. Bahkan, seperti yang dikutip dari BBC News, ilmuwan ternama Yoshuo Bengio juga meyakini pentingnya melakukan langkah mundur untuk membatasi perkembangan teknologi AI yang tidak disangka-sangka ini.
Bagaimanapun teknologi jenis apapun memang memerlukan tanggung jawab serius dari manusia. Jangan sampai produk teknologi yang dihasilkan malah membawa dampak buruk di masa depan. Namun, meskipun menyimpan sejumlah risiko, tetapi terdapat pula manfaat yang dibawah oleh teknologi AI.
Oleh karena itu, poin pentingnya adalah bagaimana kita menyikapinya secara bijak. Tidak berarti bahwa kamu jadi harus ketinggalan perkembangan teknologi canggih yang bisa dengan mudahnya kamu dapatkan di Eraspace. Kamu bisa mendapatkan perangkat teknologi canggih sesuai dengan kebutuhan. Yuk, segera buat akun barumu di website resmi Eraspace atau download aplikasinya sekarang juga!
Sebab banyak sekali keuntungan berbelanja yang bisa kamu dapatkan, seperti promo belanja dan tawaran menarik lainnya yang menunggu. Apalagi kamu juga berkesempatan meraih hadiah eksklusif dari berbagai brand teknologi favoritmu. Jadi, tidak usah pusing lagi mencari tempat membeli perangkat elektronik, karena yang terbaik hanya ada di Eraspace!
Baca juga: Cara Menggunakan Character AI yang Sedang Viral di TikTok